Friday, February 17, 2012

Review Jurnal: Elastisitas

DAMPAK PEMASARAN PADA HARGA DAN SENSITIVITAS HARGA PADA PASAR BARANG

Sensitivitas harga konsumen, yaitu kepekaan relatif dari harga dalam mempengaruhi keputusan pembelian dan kecenderungan untuk melakukan pencarian harga untuk menemukan harga yang lebih baik. Pada indikator ini sensitivitas harga ditentukan oleh seberapa banyak dan dalamnya informasi yang didapat konsumen mengenai harga dan kualitas yang ditawarkan berbagai produk sejenis yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Berdasarkan hasil penelitian, konsumen yang memiliki informasi harga dan kualitas yang lebih banyak akan menurunkan tingkat sensitivitas harga seorang konsumen , namun sebaliknya apabila konsumen yang tidak memiliki banyak informasi mengenai harga dan kualitas produk yang akan mereka konsumsi maka hal tersebut dapat   meningkatkan sensitivitas harga seorang konsumen.  Maka dengan semakin intens dan menariknya sebuah iklan maka akan menyebabkan seseorang akan tertarik untuk menggunakan produk tersebut sehingga terciptalah sebuah brand terkenal atas dasar kepercayaan dari konsumen ini, sehingga kemudian konsumen sudah tidak lagi memperhitungkan tingkat harga pada produk tersebut. Kondisi seperti inilah yang disebut bahwa iklan dapat mengurangi sensitivitas harga konsumen.
Dalam kasus barang-barang yang elastis, seperti pasta gigi, sikat gigi, deterjen dan saus tomat, iklan yang menguntungkan dan lebih berpengaruh pada elastisitas harga adalah iklan yang tidak menurunkan elastisitas permintaan. Hal ini terjadi karena ketika elastisitas harga suatu barang naik, maka permintaan barang tersebut akan turun karena terdapat barang-barang alternatif atau subtitusi lainnya. Sebagai tambahan, keadaan tersebut dapat menyebabkan produsen baru untuk masuk ke dalam pasar.
Jika sebuah merek memiliki pencitraan  yang kuat dengan konsumen maka cenderung memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi dan lebih mudah untuk mencapai penetrasi pasar yang lebih besar dan akan menghasilkan lebih efisien  pengeluaran biaya dalam mempromosikan produk tersebut.
Menurut Steiner (1950-1970), iklan sangat meningkat karena adanya peran sponsor dalam pembiayaan, karena iklan tidak hanya digunakan untuk menjual produk tetapi juga kepentingan-kepentingan lainnya seperti politik. Iklan juga mempengaruhi elastisitas konsumen dalam membeli barang, berikut kurvanya:

Berdasarkan grafik diatas angka menunjukan rating sebuah iklan. Rating iklan bisa muncul akibat dari penilaian dari pihak konsumen yang menilai apakah iklan tersebut memiliki citra yang kuat, jadi semakin tinggi nilai rating maka kepercayaan semakin sangat tinggi, hal ini akan mempengaruhi elastisitas konsumen dalam membeli barang karena semakin konsumen percaya akan suatu produk maka daya belidan kemampuan untuk membayarnya (wiiling to payment) nya akan semakin tinggi.

SUMBER JURNAL:
The Impact of Advertising on Consumer Sensitive Price in Experience Goods Market
Impact Advertising on Price


(continue)


ELASTISITAS HARGA BAHAN BAKAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN LOKASI DAN KEPEMILIKAN KENDARAAN

Harga BBM mempengaruhi permintaan bahan bakar sebagian besar melalui variasi dalam konsumsi bahan bakar per km dan jarak mengemudi bukan kepemilikan mobil. Hal ini dapat mencerminkan harga bahan bakar tidak mempengaruhi permintaan mobil. Berdasarkan hasil penelitian konsumsi bahan bakar per kapita terhadap kepadatan perkotaan diperkirakan dalam rentang -0.33 sampai  -0.35. Kepadatan penduduk kota terhadap permintaan bahan bakar yaitu inelastic, fenomena di kota yang terjadi, karena banyaknya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah maka jarak yang di tempuh penduduk di perkotaan relative singkat. Pemakaian transportasi umum dapat menghemat pemakaian BBM sehingga dalam pemakaian BBM lebih efisiensi.
Terdapat perbedaan harga di wilayah pedesaaan dan perkotaan dimana di perkotaan harga BBM lebih mahal disbanding di pedesaan karena lebih banyaknya tingkat permintaan akan bahan bakar tersebut. Selain itu efek perubahan harga terjadi karena sifat elastisitas. Di perkotaan bersifat elastis karena populasi di perkotaan lebih besar sedangkan di pedesaan bersifat in-elastis karena populasi masyarakatnya yang kecil.
Efek jangka panjang yang akan terjadi adalah kemungkinan pendapatan substansian dalam biaya transportasi terutama dalam harga BBM membuat orang bereaksi mengatur jarak tempuh dan mengubah jenis mobil dan memilih mesin yang lebih kecil atau lebih hemat bahan bakar seperti mobil hibrida atau diesel. Atau bisa juga mengubah pola pikir mereka menjadi enggan untuk memakai kendaraannya atau membeli kendaraan.
Untuk jangka panjang, elastisitas harga bensin berkisar antara -0,14 sampai -0,54 dan diesel 0,32. diesel disini merupakan bahan pengganti yang disebabkan oleh responden yang mengganti mobil BBMnya jadi mobil diesel. Harga BBM naik tidak berarti menaikan atau menurunkan permintaan dari BBM tersebut, masyarakat lebih melihat efisiensi dari penggunaan bahan bakar yaitu dengan menggantinya dengan diesel.
SUMBER JURNAL:
Estimating the Effect of Urban Density on Fuel Demand
Long Term Fuel Price Elasticity: Effects on Mobility Tool Ownership and Residential Location Choice


DAMPAK GLOBALISASI DAN LIBERALISASI TERHADAP SEKTOR PARIWISATA SEKTOR PARIWISATA DAN PERMINTAAN TENAGA KERJA

Dulu globalisasi dianggap memiliki efek buruk terhadap neraca perdagangan Indonesia. Karena dengan adanya perdagangan bebas atau liberalisasi perdagangan maka, pemerintah membuat kebijakan dengan mengurangi tarif impor dan pengenaan pajak pada komoditas domestik. Dan ini berdampak pada sisi produksi, dengan penurunan harga domestic maka membuat para produsen lebih kompetitif dalam bersaing dengan pesaing yang ada dipasar . Sebenarnya ini merangsang produksi dalam negeri dan meningkatkan lapangan pekerjaan serta meningkatkan PDB. Dengan meningkatnya produksi dalam negeri maka menaikan pendapatan rumah tangga dan menciptakan lebih banyak permintaan dalam pasar domestic. Karena permintaan dalam negeri meningkat maka meningkatkan impor, tetapi ekspor menurun. Itu dikarenakan neraca pasar domestic lebih menguntungkan bagi produsen. Oleh karena itu neraca perdagangan memburuk.
Semakin berkurangnya pajak yang diterima oleh pemerintah juga semakin memperburuk kekurangannya. Dengan kurangnya pajak yang diterima pemerintah membuat pemerintah kurang mampu membiayai anggaran pengeluarannya tapi memiliki sisi positif pada kesejahteraan dalam negeri dan konsumsi rumah tangga meningkat. Untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang buruk itu, sector pariwisata bisa menjadi solusinya. Kenaikan permintaan pariwisata asing akan membuat produksi yang lebih dan penyerapan tenaga kerja domestic meningkat.
Dengan adanya hubungan antara harga yang menurun, permintaan, dan income yang berjalan semakin tinggi di dalam kasus ini maka dapat disimpulkan bahwa ini bersifat elastis. Untuk mencegah terjadinya inelastic maka pemerintah seharusnya membuat kebijakan untuk menaikan harga saja dan menurunkan tarif pajak.
Sementara itu di aspek lain dengan adanya liberalisasi dan globalisasi perdagangan, menyebabkan tenaga kerja industry di India mengalami penigkatan, tetapi jika dilihat berdasarkan fungsi kerja, hal itu tidak menunjukan peningkatan elastisitas permintaan tenaga kerja pada masa pasca-reformasi dibandingkan dengan periode sebelum reformasi. Sehingga bisa dikatakan elastis karena permintaan akan tenaga kerja di India pada masa pasca reformasi mengalami peningkatan sedangkan biaya atau gaji untuk tenaga kerja selalu mengalami penurunan.
Elastisitas tenaga kerja yang ada di praformasi dan di pasca reformasi berbanding terbalik dan penurunan biaya tenaga kerja berbanding tidak sama dengan jumlah labor yang mengalami kenaikan pada pasca reformasi.
Peningkatan elastisitas permintaan tenaga kerja akan menyebabkan guncangan pekerjaan dan upah yang lebih besar berasal dari guncangan dalam produktivitas atau permintaan output. Juga, ketidakstabilan yang lebih besar dalam pekerjaan dan upah akan menyebabkan penurunan daya tawar buruh serta modal dalam pembagian keuntungan.
Dalam kondisi persaingan, elastisitas permintaan tenaga kerja dari suatu perusahaan tergantung pada: (a) elastisitas substitusi itu seperti input tenaga kerja dan lainnya, (b) elastisitas harga permintaan untuk produk yang dihasilkan oleh perusahaan, dan (c) pangsa biaya tenaga kerja dalam total biaya produksi. Liberalisasi perdagangan diperkirakan akan menaikkan elastisitas substitusi antara input tenaga kerja dan lainnya sejak biaya antara yang lebih dan lebih baik menjadi tersedia.
Liberalisasi perdagangan dapat menyebabkan penurunan pangsa biaya tenaga kerja karena barang produksi setengah jadi atau belum dirakit produk dapat diimpor oleh perusahaan industri untuk digunakan dalam proses produksi bukan manufaktur dari tahap bahan baku, dan ini dapat menetralisir efek peningkatan elastisitas substitusi antara input dan elastisitas hargameningkatnya permintaan untuk produk-produk dari perusahaan industri dalam negeri.

SUMBER JURNAL :  
Economic Impact of Tourism and Globalization in Indonesia
 Trade Liberalization and Labor Demand Elasticity in Indian Manufacturing


DINAMIKA ELASTISITAS HARGA PADA SIKLUS HIDUP PRODUK

Berdasarkan penelitian atas pekerjaan Parker (1992) yang hanya mempertimbangkan pembelian pertama, sedangkan Simon (1988) mempertimbangkan daya jual merk (sebagai faktor untuk menarik minat konsumen). Berdasarkan pengalaman yang ada, menunjukkan bahwa keseluruhan kategori harga penjualan bersifat elastis. Kematian pertama dalam nilai absolut, akhirnya nilai tersebut akan meningkat lagi jika produk tersebut menghadapi penurunan fase dari siklus hidup produk (karena barang subtitusi atau perubahan selera, dll). Model dasar dapat dengan mudah dimodifikasi untuk menghitung keseluruhan penjualan (pembelian pertama ditambah pengulangan pembelian). Jika tidak berubah, model dasar ini bisa digunakan dalam waktu 5-10 tahun dalam pemakaian tahan lama.
Suatu produk pada umumnya mengalami tingkat inelastisitas tertinggi pada fase awal siklus hidup produk. Sedangkan produk tersebut mengalami elastisitas pada saat pembelian kembali pada fase puncak (maturity) di mana tingkat penjualan mencapai tingkat tertinggi. Setelah tahap maturity produk akan memasuki fase decline (penurunan). Pada fase ini, produsen perlu memperbaharui kembali produknya agar konsumen tidak mengalami kejenuhan. Sebab persaingan semakin ketat dan mencapai tingkat elastisitas tertinggi.
SUMBER JURNAL:
Price Elasticity Dynamics Over The Product Life Cycle: A Study Of Consumer Durables


DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI HARGA BAHAN BAKAR MINYAK TERHADAP KINERJA INDUSTRI HASIL HUTAN KAYU



Dalam kondisi Permintaan konstan, pengurangan subsidi atau kenaikan harga BBM di industri kayu olahan hilir menggeser kurva penawaran kayu olahan hilir ke kiri dari Ss0 ke Ss1. Maka harga keseimbangan kayu olahan hilir meningkat dari Ps0 ke Ps1 dan keseimbangan penawaran dan permintaan turun dari qs0 ke qs1.
Dalam kondisi penawaran konstan, penurunan permintaannya menyebabkan harga kayu olahan hulu menurun dari Pp0 ke Pp1 dan keseimbangan permintaan dan penawarannya menurun dari qp0 ke qp1.
Secara umum, kenaikan harga BBM dengan adanya subsidi dari pemerintah cenderung inelastis, hal ini dikarenakan terbatasnya barang substitusi dan komplementer dari BBM tersebut. Selain itu, total revenue sangat dipengaruhi oleh subsidi dari pemerintah kepada perusahaan industri kayu tersebut.
SUMBER JURNAL:
Impact of Oil Price Subsidy Reduction Policy on Performance of Wood Products Industry


ELASTISITAS HARGA DAN PENDAPATAN PADA PERMINTAAN AIR

Di tahun 2011 ada permasalahan mengenai elastisitas permintaan terhadap air di USA dan Eropa. Karena di sana mulai diterapkan penggunaan tarif untuk pemakaian air di setiap perumahan. Ternyata ada kesenjangan yang cukup besar antara elastisitas harga dan elastisitas penghasilan karena bila digambarkan elastisitasnya mendekati 0. Nilai elastisitas yang mendekati 0 ini disebabkan oleh adanya pemakaian air yang tidak terkontrol di masyarakat sehingga ada ketidaksesuaian antara jumlah air yang dipasok dengan jumlah air yang dipakai. Akibatnya di USA diadakan penelitian untuk mengurangi kesenjangan di elastisitas tersebut. Metode yang digunakan antara lain metode increasing block rate tarif yang hasilnya adalah kebutuhan air menjadi lebih elastis dan elastisitas pendapatan menurun dan metode decreasing block rate tarif yang hasilnya berbanding terbalik dengan metode increasing block rate tarif. Namun dalam kenyataannya dari kedua metode ini kita tidak bisa menentukan mana yang akan menghasilkan elastisitas tertinggi karena hal ini bergantung pada kompleksitas masalah yang ada seperti kondisi geografis lingkungan, suhu, cuaca, dsb.
SUMBER JURNAL:
Price and Income Elasticities of Residential Water Demand


ELASTISITAS HARGA PADA PERMINTAAN SUMBER ENERGI

            Departement of Energy melakukan riset terhadap beberapa sumber energy diantaranya, listrik rumahan; gas alam; dan listrik industry guna mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Jika harga listrik naik maka ada tiga alternative solusi yang dapat dilakukan :mengganti secara total, mencari substitusinya, dan meminimalisir penggunaan listrik. Kenaikan harga tidak signifikan mempengaruhi penurunan demand. Kalaupun ada kenaikan harga, konsumen tidak dapat mengurangi pemakaian listrik secara drastis hanya dapat berhemat atau menambahkan alat yang bisa mengefisiensi penggunaan listrik, seperti termostast dan dalam jangka panjang mereka akan mengkonversi listrik dengan sumber energi lainnya. Kenaikan demand dapat dipengaruhi oleh kenaikan income, income meningkat konsumen dapat saja membeli peralatan elektronik baru sehingga meningkatkan penggunaan listriknya (demand). Elastisitas dipengaruhi dengan adanya barang substitusi dan barang komplementer. Untuk kasus ini jika harga listrik naik :
1.      Dalam jangka pendek elastisitasnya bersifat inelastic karena untuk sementara waktu konsumen tidak memiliki pilihan hanya dapat mencoba menghemat atau mengurangi penggunaan listrik dan belum banyak barang substitusinya sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tetap menggunakannya.
2.      Dalam jangka panjang, elastisitasnya bersifat elastic karena mungkin saja telah ditemukan inovasi – inovasi baru yang dapat menjadi subsitusi listrik.
SUMBER JURNAL:
Regional Differences in the Price Elasticity of Demand for Energy


ELASTISITAS PERMINTAAN ASURANSI JIWA

Saat terjadinya krisis ekonomi, permintaan akan asuransi di Asia bersifat elastis. Hal ini disebabkan karena dengan adanya krisis, maka perekonomian terganggu dan mengurangi pendapatan masyarakat di Asia. Rendahnya pendapatan membuat standar hidup masyarakat asia pada kala itu rrendah, dengan pendapatan yang rendah mereka hanya mengutamakan untuk konsumsi.Maka perubahan harga asuransi akan sangat mempengaruhi jumlah permintaan akan asuransi.
Kemudian, dengan adanya perbaikan ekonomi setelah adanya  krisis membuat pendapatan masyarakat asia terus meningkat dan memiliki pendapatan yang cukup tinggi sehingga membuat standar hidup masyarakat semakin tinggi dan makin sadar akan pentingnya asuransi. Dengan demikian, permintaan terhadap asuransi pasca krisis ekonomi hinggga kini bersifat inelastis, atau perubahan harga asuransi tidak akan terlalu mempengaruhi jumlah permintaannya.
SUMBER JURNAL:
Are Life Insurance Demand Determinants valid for Selected Asian Economies and India?


ELASTISITAS PERMINTAAN ROKOK

Rokok itu bersifat inelastis sehingga menaikkan pajak dan dapat menghasilkan banyak pendapatan di Amerika Serikat.  Di sisi lain, rokok adalah salah satu penyebab utama masalah kesehatan di negara ini.
Dengan adanya internet, konsumen dapat membeli rokok dari negara lain atau secara online sehingga konsumen tidak perlu membayar pajak kepada negaranya. Tingkat elastistasnya juga meningkat dari -1,28 menjadi -2,09 walaupun pajak sudah di naikkan 33%. Pajak yang lebih tinggi menyebabkan penyelundupan lebih besar dan jumlah penyelundupan tambahan telah tumbuh secara signifikan dengan munculnya Internet. Karena setelah di teliti jumlah penyelundupan yang timbul dari perubahan tarif pajak negara hampir dua kali lipat karena munculnya internet.  
 Maka dapat disimpukan bahwa pajak rokok tidak sensitif terhadap permintaan rokok di Amerika Serikat. Dengan adanya internet juga membuat pendapatan negara menjadi kecil dan tidak mengurangi tingkat konsumen menjaga kesehatannya.
SUMBER JURNAL:
Playing With Fire: Cigarettes, Taxes, and Competition From The Internet


PENTINGNYA RELATIF HARGA & KUALITAS PILIHAN PENYEDIA LAYANAN KONSUMEN: KASUS MESIR

Pada jurnal ini ada hipotesa proporsi relative bahwa sector swasta memegang angka lebih tinggi dan rela membayar lebih tinggi dibandingkan memilih sector publik yang kualitasnya terhitung rendah. Setelah itu pada penelitiannya ditemukan bahwa pasien lebih responsive pada perubahan kualitas daripada perubahan harga. Ini disebabkan karena yang dibahas disini adalah sector kesehatan yang mempertaruhkan nyawa, maka pengorbanan berupa materi pun rela dilakukan. Selain itu pada penelitian terdahulu juga ditemukan bahwa elastisitas pendapatan pengeluaran perawatan kesehatan > 1 , dimana itu berarti bersifat elastis. Ini berarti seiring dengan bertambahnya pendapatan, maka porsi dari pendapatan juga akan lebih besar untuk pergi ke pelayanan kesehatan.
Tetapi hal ini tidak berlaku rata pada seluruh kalangan masyarakat, walaupun rata-rata masyarakat memang lebih responsive terhadap peningkatan kualitas, ini dikarenakan ada dua golongan income masyarakat, seperti dijelaskan dibawah ini.

Masyarakat:
  • High income :  price naik , quality naik ,  demand naik 
  • Low income :  price turun , quality turun , demand
Indikasi dari kualitas ini terbagi menjadi dua, yaitu:
  • Indikasi kualitas : kualitas dokter dan obat.
  • Indikasi intrapersonal : kualitas pelayanan, teknologi, kenyamanan, dll.
              Jika sector publik ingin dapat bersaing dengan sector swasta maka mereka harus bisa menjamin kualitas layanan dengan baik, atai jika tidak sasaran mereka untuk pangsa pasar harus lebih dispesifikasi lagi dengan menyasar masyarakat miskin yang memang belum mampu untuk melakukan pelayanan kesehatan dengan kualitas tinggi yang meminta biaya tinggi pada sector swasta.
SUMBER JURNAL:
The Relative Importance of Price and Quality in Consumer Choice of Provider:  The Case of Egypt


HARGA DAN ELASTISITAS PENDAPATAN PADA EKSPOR KELAPA SAWIT

Indonesia adalah produsen dan eksportir terbesar minyak sawit di dunia karena berhasil menguasai 46% pangsa pasar minyak sawit dunia. Sebagian besar dari produksinya diekspor. Sehingga, memperkirakan elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan untuk ekspor minyak sawit Indonesia sangat penting. Melalui penelitian ini, elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan ekspor minyak sawit Indonesia adalah inelastic baik untuk jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek untuk ekspor sebesar 0,54 dan untuk income sebesar 0,61. Serta jangka panjang untuk ekspor sebesar 0,41 dan untuk income sebesar 0,49. Temuan ini sesuai dengan teori pada pangsa pasar, alokasi anggaran, dan penggunaan dari minyak sawit sebagai bahan baku untuk barang-barang seperti kosmetik, minyak goreng, margarine, dan ketersediaan dari barang substitusi untuk ekspor minyak sawit Indonesia. Temuan ini penting untuk:
(1)  strategi pemasaran seperti diferensiasi produk (produk dengan nilai tambah) sehingga menciptakan layanan khusus untuk konsumen yang loyal dan meningkatkan standar kualitas
(2)   kebijakan pemerintah (kebijakan perdagangan dan peraturan domestic) harus diterapkan    oleh pemerintah Indonesia untuk mendukung ekspansi minyak sawit di Indonesia
 Pajak ekspor adalah salah satu dari kebijakan yang diterapkan oleh Indonesia untuk minyak sawit agar mengendalikan harga minyak goreng local. Untuk kebijakan domestic dapat diterapkan dalam berbagai bentuk seperti subsidi produksi, program insentif pada penelitian diferensiasi produk (produk bernilai tambah), dan meningkatkan standar kualitas untuk ekspor minyak sawit Indonesia. Di masa yang akan datang, terdapat kebutuhan untuk menganalisis elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari produk-produk yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku, terfokus pada sektor-sektor yang berlainan (perbedaan antara CPO dan minyak sawit murni) pada kasus-kasus negara pengimpor yang lebih spesifik dan menganalisa dalam penawaran ekspor dan model-model yang simultan.
Inelastis pada minyak sawit terjadi karena:
1.      Efek barang substitusi terhadap perubahan harga tidak terlalu besar
2.      Pilihan produk-produk lainnya sebagai barang pengganti jumlahnya tidak banyak

SUMBER JURNAL:
Determinants of Indonesian Palm Oil Export: Price and Income Elasticity Estimation


ELASTISITAS PERMINTAAN PADA MAKANAN

Fenomena yang terjadi di Amerika adalah elastisitas permintaan harga pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat. Berdasarkan studi,31% yang memberikan perkiraan elastisitas harga daging sapi, 29% untuk daging babi, 14% untuk unggas, 10% untuk ikan, 15% untuk susu, 12% untuk keju, untuk sereal 12%, dan untuk buah dan sayuran 11%. Dari sini terlihat bahwa konsumsi pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat.
Dengan pemberlakuan subsidi terhadap harga buah buahan dan sayur mayur menyebabkan penurunan harga sebesar 10%, dan berhasil meningkatkan permintaan akan buah dan sayur sebesar 7,0% untuk buah dan 5,8% untuk sayur, besarnya penurunan harga rupanya tidak meningkatkan permintaan secara signifikan sehingga harga buah dan sayur dikatakan inelastis.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, bahwa walaupun subsidi telah diberikan, pada kenyataannya tidak dapat meningkatkan peningkatan permintaan secara signifikan, dari kasus tersebut dapat diasumsikan bahwa, harga bukanlah satu satunya faktor yang dapat menyebabkan buruknya gaya hidup sebagian masyarakat di Amerika serikat yang dinilai dari tingginya konsumsi bahan makanan tidak sehat seperti fast food, namun ada hal lain yang mempengaruhi, salah satunya ialah gaya hidup. Orang orang di Negara maju cenderung memilih bahan makanan cepat saji dengan alasan efisiensi, sehingga meskipun harga dirubah, tetap saja tidak akan mempengaruhi permintaan akan barang barang tersebut, sehingga sayuran dan buah buahan yang tergolong bahan makanan sehat bersifat inelastic.  

SUMBER:
The Impact of Food Prices on Consumption: A Systematic Review of Research on The Price Elasticity of Demand for Food

0 komentar:

Post a Comment