Friday, April 13, 2012

Gairah Perbankan yang Meningkat pada Sektor Investment Grade




Meskipun berada pada tekanan ekonomi global yang tengah memanas, namun pertumbuhan ekonomi di Indonesia semakin membaik. Hal ini ditandai dengan meningkat angka GDP di Indonesia yang bisa mencapai USD 820 Milliar di tahun 2011 lalu dan diprediksikan untuk tahun 2012 ini bisa mencapai 930 Milliar. Selain  itu juga pertumbuhan ekonomi yang tinggi ditandai dengan meningkatnya jumlah jumlah kelas kalangan menengah. Ternyata hal ini juga memberikan dampak yang baik bagi kemajuan perbankan kita.
Mengacu pada statistik perbankan Indonesia yang paling terbaru di Bulan Januari 2012, total aset perbankan di Indonesia mencapai Rp 2.255 triliun, naik 20,3% dari periode yang sama di tahun 2011. PT Bank Mandiri Tbk  masih bertahan sebagai bank beraset terbesar dengan nilai aset Rp 485,415 triliun. Bank dengan aset terbesar kedua adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk sebesar Rp 407,302 triliun. Sedangkan PT Bank Central Asia Tbk berada di urutan ketiga dengan aset Rp 387,003 triliun. Seperti yang tertera pada tabel 10 bank dengan aset terbesar berikut:
Tabel 1. 10 Bank dengan aset terbesar Periode Januari 2012



Sementara itu pendapatan operasional bank umum mencapai Rp 42,17 triliun, naik 30,07% dibanding Januari 2011 sebesar Rp 32,29 triliun. Sementara itu, pendapatan non-operasional perbankan naik 2,68%  menjadi Rp 22,21 triliun. Namun, beban operasional bank umum meningkat  menjadi Rp 54,27 triliun atau naik 43,04% dari sebelumnya Rp 37,94 triliun. Berikut ini adalah grafik pendapatan dan beban operasional menurut kelompok bank periode Januari 2012.

Grafik 1. Pendapatan dan beban operasional menurut kelompok Bank Periode Januari 2012
Sementar itu terlihatlah bahwa laba perbankan nasional hingga Januari 2012 mencapai Rp 9,05 triliun, naik 60,1% dibanding periode yang sama pada 2011 sebesar Rp 5,65 triliun. Perolehan laba yang tinggi didorong oleh pertumbuhan kredit perbankan sebesar 22,33% menjadi Rp 2.160,21 triliun (year-on-year).
Industri perbankan kita yang terus naik dari tahun ke tahun menyebabkan persaingan antarbank pun makin sengit dengan aneka produk dan layanan. Dan, peta persaingan perbankan tidak lagi di wilayah sektor funding, tetapi juga investment grade. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya jumlah kelas kalangan menengah ternyata memberi dampak pada perkembangan industri keuangan. Misalnya, kebutuhan asuransi maupun dana pensiun makin meningkat.
Dengan melihat kondisi seperti ini, maka para pelaku perbankan pun turut berlomba memanfaatkan momentum ini melalui potensi aliran dana investor dalam menciptakan produk-produk perbankan. Bank Indonesia mulai mengevaluasi kinerja perbankan, khususnya dari sisi Loan to Deposit Ratio (LDR).  Sejak Juli 2010, misalnya, BI mewajibkan bank-bank di Indonesia memiliki LDR antara  75-102 persen. BI juga mewajibkan bank-bank tersebut mempublikasikan Suku Bunga Kreditnya.
Persaingan perbankan yang juga membawa pengaruh pada peningkatan investment grade ini, membuat dana asing mengalir deras ke pasar keuangan di dalam negeri (capital inflows) sebagai akibat dari kepercayaan investor asing yang meningkat dan dapat diartikan naiknya persepsi risiko berinvestasi yang penting bagi penanaman modal asing.
Dalam kondisi ini, bank-bank bisa memanfaatkannya untuk mendongkrak modal. Penguatan modal bermanfaat strategis untuk membentengi bank dari beraneka jenis risiko, baik risiko kredit, risiko operasional, risiko pasar, maupun risiko likuiditas. Yang jelas, level investment grade akan banyak membantu perbankan nasional dalam memenuhi kebutuhan likuiditas valuta asing (valas) dan menekan potensi risiko likuiditas valas pada 2012, mengingat kebutuhan akan likuidasi valas di Indonesia saat ini sedang terbatas.
Namun tentunya hal ini juga harus diantisipasi jangan sampai dana asing yang masuk ke sector riil dalam bentuk foreign direct investment (FDI) ini bisa terlalu banyak. Tahun ini diperkirakan nilai investasi langsung akan mencapai kisaran Rp260 triliun-Rp280 triliun. Jumlah yang cukup besar untuk bisa menopang kegiatan perekonomian nasional. Geliat sektor riil ini harus diimbangi dengan hasrat kuat perbankan dalam menyalurkan kredit dengan back up permodalan yang mencukupi. Jika tidak, bank-bank asing dengan dukungan modal yang kuat akan mengambil peran strategis itu.
Sebagai kesimpulannya, pertumbuhan ekonomi yang meningkat dapat meningkatkan gairah perbankan yang mulai melebarkan sayapnya tidak hanya pada sektor funding, tapi juga pada investment grade. Investment grade bisa menjadi kompetisi bagi perbankan domestik untuk menyalurkan kredit. Tingkat kepercayaan investor asing akan meningkat seiring dengan pemberian peringkat yang baru sehingga akan membantu debitor domestik mendapatkan akses ke dana-dana asing. Namun, di lain sisi, penguatan modal menjadi critical issue untuk dituntaskan ketika momentum yang baik tengah dalam genggaman.

Referensi:
www.bi.go.id
http://www.infobanknews.com/2012/03/momentum-perbankan-menguatkan-modal/

Thursday, April 5, 2012

Permasalahan Kredit Macet


Berdasarkan undang – undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yaitu mewajibkan pihak peminjaman untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit berperan sebagai modal yang diberikan oleh lembaga pembiayaan ataupun bank kepada pelaku usaha ataupun perusahaan yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya. Sehingga diharapkan dengan adanya tambahan modal usaha dimana salah satunya dalam bentuk kredit inilah sebuah perusahaan dapat meningktkan kinerjanya.
Namun ada kalanya, pihak peminjam tidak dapat membayar kewajibannya tersebut kepada lembaga yang telah memberikan dananya tersebut sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Keadaan inilah yang kita kenal dengan kredit macet atau kredit yang bermasalah.
Pada umumnya yang menyebabkan terjadinya kredit macet dibagi menjadi 2:
  1.  Error Omission (EO) : Timbul karena adanya unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
  2.  Error Commusion (EC) : Timbul karena memanfaatkan  lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas.

Kredit-kredit yang disalurkannya jika banyak yang macet akan menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian yang besar ini akan menghambat operasi perusahaan. Dan supaya kegiatan perbankan tidak terganggu, maka nanti Pemerintah juga yang harus memberi injeksi modal. Artinya, rakyat juga yang harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet itu. Apalagi melihat bahwa bank-bank pemerintah hingga kini masih dominan dalam jumlah asset terhadap keseluruhan aset perbankan nasional.
Contoh kasus kredit macet banyak terjadi pada ribuan UKM di Indonesia. Biasanya hal ini terutama disebabkan oleh sifat usaha kecil dan menengah yang lemah dalam hal manajemen. Pengelolaan keuangan usaha dan keuangan pribadi sering tercampur aduk. Namun kondisi ini tentu saja tak lepas dari rendahnya modal yang dimiliki untuk membayar tenaga kerja manajer yang handal.
UKM juga lemah dalam pemasaran, terbatas akses yang dimilikinya dan perlindungan hak cipta. Walaupun produk UKM lebih kreatif namun sayangnya akses pasar yang dimiliki lebih rendah sehingga banyak dari mereka yang bermain hanya di pasar domestik.
            Akses yang terbatas inilah yang menjadi penyebab terjadinya kredit macet di UKM. Pendapatan mereka yang tidak terlalu banyak dibandingkan dengan perusahan-perusahaan besar, terkadang mereka kesulitan untuk membayar kewajibannya (kredit) dalam mendapatkan modal usahanya tersebut. Sehingga diperlukan kerja sama dan koordinasi yang baik antara pemerintah dan perbankan saat memberikan kredit bagi UKM agar hasil yang diperoleh optimal dan menguntungkan semua pihak.

Monday, April 2, 2012

Mengenal Bank Syariah



Menurut UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang berarti bahwa segala peraturan maupun perjanjian yang dilakukan berdasar hukum Islam antara bank dan oihak lain untuk menyimpan yang, pembiayaan atau kegiatan lainnya. Berdasarkan jenisnya, bank syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).  Bank Umum Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sementara BPRS tidak melaksanakan itu.
Perkembangan bank syariah di Indonesia  cukup pesat. Berdasarkan Statistik Perbankan edisi November 2008 yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, total perbankan syariah adalah sekitar 90,4 triliun rupiah yang terdiri atas 11 Bank Umum Syariah, 23 Unit Usaha Syariah, dan 149 BPRS. Namun total aset yang dimiliki oleh bank syariah masih kecil dibandingkan dengan bank konvensional.
Sebagaimana prinsip bank konvensional dimana bertindak sebagai perantara keuangan juga berlaku pada bank syariah. Bank syariah pun tetap memiliki sumber dana dan penyaluran danam namun berbeda dengan bank konvensional.
Bank Syari'ah mempunyai ciri yang berbeda dengan bank konvensional. cirri-ciri ini bersifat Universal dan kualitatif, artinya Bank Syari'ah beroperasi dimana harus memenuhi ciri-ciri tersebut. 
1.      Beban biaya yang telah disepakati pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnyan tidak kaku dan dapat ditawar dalam batas yang wajar.
2.      Penggunaan prosentasi dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindarkan. Karena prosentase bersifat melekat pada sisa hutang meskipun utang bada batas waktu perjanjian telah berakhir.
3.      Didalam kontrak pembiayaan proyek bank tidak menetapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti (Fiset Return) yang ditetapkan dimuka. Bank Syari'ah menerapkan system berdasarkan atas modal untuk jenis kontark al mudharabah dan al musyarakah dengan system bagi hasil (Profit and losery) yang tergantung pada besarnya keuntungan. Sedangkan penetapan keuntungan dimuka ditetapkan pada kontrak jual beli melalui pembiayaan pemilkikan barang (al murabahah dan al bai’u bithaman ajil, sewa guna usaha (al ijarah), serta kemungkinan rugi dari kontrak tersebut amat sedikit.
4.       Pegarahan dana masyarakat dalam bentuk deposito atau tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadi’ah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai pernyataan dana pada proyek yang dibiayai oleh bank sesuai dengan prinsip-prinsip syari'ah hingga kepada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti (fixed return). Bentuk yang lain yaitu giro dianggap sebagai titipan murni (al-wadiah) karena sewaktu-waktu dapat ditarik kembali dan dapat dikenai biaya penitipan.
5.      Bank Syari'ah tidak menerapkan jual beli atau sewa-menyewa uang dari mata uang yang sama dan transaksinya itu dapat menghasilkan keuntungan. Jadi mata uang itu dalam memberikan pinjaman pada umumnya tidak dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk pembiayaan pengadaan barang selama pembiayaan, barang tersebut milik bank.
6.      Adanya dewan syari'ah yang bertugas mengawasi bank dari sudut syari'ah.
7.      Bank Syari'ah selalu menggunakan istilah-istilah dari bahasa arab dimana istilah tersebut tercantum dalam fiqih Islam
8.       Adanya produk khusus yaitu pembiayaan tanpa beban murni yang bersifat social, dimana nasabah tidak berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan (al-qordul hasal)
9.      Fungsi lembaga bank juga mempunyai fungsi amanah yang artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang telah dititipkan dan siap sewaktu-waktu apabila dana ditarik kembali sesuai dengan perjanjian. (continue)